MAKALAH
KARYA SASTRA LAMA PENGARUH ISLAM
Sebagai Tugas Sejarah Sastra Lama
Disusun oleh:
1. Syafiq Mirza NIM 2101409124
2. Nihayatuz Zen Ahmad NIM 2101409134
3. Ahmad Syukron NIM 2101409135
4. Ahmad Zainul Wafa NIM 2101409151
5. Imam Fitrin NIM 2101409154
6. Nur Ulafahman Habibi NIM 2101409156
7. Sholihuddin NIM 2101409177
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam menurut kodratnya mengembangkan kebudayaan progresif. Karena kebudayaan progresif menurut S. Takdir Alisyahbana lebih banyak berdasarkan rasio dan perhitungan.Yakni kebudayaan yang nilai ilmu dan ekonominya amat tinggi. Hal ini berbeda dengan kebudayaan ekspresif yang dikembangkan oleh agama-agama timur dimana nilai agama dan nilai seni yang didominasi.Kebudayaan ekspresif menurut S. Takdir Alisyahbana lebih banyak berdasarkan perasaan, intuisi dan imajinasi.
Pembagian S. Takdir Alisyahbana tersebut diatas berlaku pula bagi sastra karenasastra merupakan bagian dari kebudayaan.Sastra progresif adalah yang memuat isiajarannya cukup rasional dan ilmiah.Sebaliknya, sastra ekspresif isi ajarannya lebihbanyak berdasarkan perasaan, intuisi, dan imajinasi.
Agama Islam dengan konsep Ijtihadnya memang mengembangkan sastra yang progresif, karena ijtihad adalah pengeterapan rasional ilmiah untuk menggali dan meluruskan pengembangan ajaran Islam.Para mujtahid menolak keras setiap pengembangan dan penafsiran agama Islam yang menyimpang dan yang kaifiatnya neka-neka sebagai bit’ah ataupun kurafat. Dan sistem ijtihad atas dasar kaidah– kaidah ilmiah dan rasional ini kemudian berkembang dan menjadi canggih sesudah menyerap unsur-unsur kebudayaan Yunani Purba yang progresif. Maka dari abad ke-8 hingga abad ke-12masehi sastra budaya Islam berkembang menjadi cangih dan amat kaya-raya hampir dalam segala bidang ilmu agama.
BAB II
PEMBAHASAN
Proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dapat dipastikan tentang kapan dan siapa pembawa ajaran tersebut. Ada beberapa teori tentang proses masuknya Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Persia yang dikemukakan oleh P. A. Husein Djajadiningrat. Alasannya adalah karena adanya kesamaan antara kebudayaan Nusantara dengan Persia.
2. Teori Gujarat yang dikemukakan oleh W. F. Stutterheim. Pendapat ini sesuai dengan bukti yang ditemukan yaitu nisan Sultan Malik Al Saleh yang memilki kesamaan dengan nisan di Gujarat (India) sehingga diperkirakan telah ada hubungan antara Gujarat dengan Samudra Pasai.
3. Teori Arab yang dikemukakan oleh Hamka. Alasan pendapatnya adalah masyarakat Nusantara pada mulanya masuk Islam dan menganut madzhab Syafi’i yang merupakan madzhab yang sangat terkenal di Arab. Selain itu, di Sumatra telah ada perkampungan orang Arab.
Para ahli sejarah memiliki pendapat yang berbeda mengenai kapan kali pertama Islam masuk Nusantara. Beberapa ahli sejarah menyebut abad ke-7 dan sebagian lagi menyebut abad ke-13.kedua pendapat yang disampaikan tersebut sudah tentu didasarkan pada alasan yang kuat berupa bukti-bukti peninggalan sejarah. Awl perkembangan Islam di Nusantara terjadi dalam waktu yang tidak bersamaan.
Beberapa pendapat tentang awal masuknya Islam adalah sebagai berikut.
1. Abad ke-7 dan 8. Pada saat itu pedagang-pedagang Islam sudah berlayar di Selat Malaka. Sumber sejarah dari Cina masa Dinasti Tang juga memberitakan bahwa telah ditemukan pemukiman pedagang Arab di Barus, Sumatra Utara. Namun belum dapat dipastikan apakah penduduk asli telah memeluk Islam atau belum.
2. Abad ke-11, Islam mulai masuk ke Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1082 M di Leran, Tuban.
3. Abad ke-13, Islam berkembang di sumatra terutama di Perlak dan Aceh. Bukti-buktinya adalah sebagai berikut.
a. Ditemukan batu nisan Sultan Malik Al Saleh yang berangka tahun 635 H (1297 M) yang merupakan raja Aceh yang pertama masuk islam.
b. Catatan perjalanan Marcopolo, seorang musafir Italia yang singgah di Perlak pada tahun 1292 M. Menurutnya, Perlak adalah kota pertama yang menerima ajaran Islam.
c. Catatan Ibnu Batutah, orang dari Maroko yang singgah di Samudra Pasai pada tahun 1345 sampai 1346 M. Ia menceritakan bahwa raja Samudra Pasai menganut madzhab Syafi’i dan giat menyebarkan agma Islam.
4. Abad ke-15 M. Hal ini dibuktikan dengan:
a. Catatan Ma Huan, seorang musafir Cina yang menceritakan bahwa masyarakat Pantai Utara Jawa Timur telah memeluk Islam.
b. Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental.
c. Pemakaman Muslim kuno di Trowulan dan Tralaya di dekat Mojokerto yang membuktikan adanya bangsawan Majapahit yang telah memeluk Islam pada masa Hayam Wuruk.
B. Karya Sastra Pengaruh Islam
Akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi pengaruh sastra budaya Islam barunampak dalam pergumulan baik dengan satra Melayu Islam diterima sebagai unsur yangmemperkaya, mendinamisir serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukupcanggih.Maka dalam perkembangannya terjadi intregrasi yang kokoh antara tradisi satraMelayu dan Islam, laksana pinang dibelah dua, yakni Islam yang Melayu, dan sebaliknyaMelayu yang Islam, keduanya laksana dua permukaan dari satu mata uang. Hal ini jauhberbeda dengan di Jawa. Di Jawa boleh dikatakan lebih dari tiga abad Islam dipandangagama dan budaya asing di lingkungan tradisi besar budaya kerajaan Majapahit yangtelah dihaluskan dan dicanggihkan dengan unsur Hinduisme. Maka sejak awalkedatangannya, Islam harus disebarkan melalui daerah-daerah pinggiran disepanjangpesisiran pulau Jawa yang boleh dikatakan masih buta huruf masyarakat petaninya. Pada abad 16 masehi daerah-daerah pedesaan ini mulai mulai berhasil disulap oleh sastrabudaya Islam jadi kerajaan pesisir, seperti kesultanan Demak adalah yang terbesar.
Makin meningkatnya kebesaran kerajaan Jawa-Hindu Majapahit ternyata menyadarkanpara cendikiawan dan sastrawan Jawa untuk menyadap ilmu dari sastra Jawa pesantrenan.Hasil pergulatan (interaksi) Islam dengan sastra budaya Jawa melahirkan dua bentuksastra Jawa ,yakni ,sastra Jawa pesantrenan dan sastra Islam –Kejawen,disamping sastraArab pesantren. Hanya saja yang paling kaya-raya adalah sastra Islam-Kejawen, lantaranpara pemikir dan sastrawan kelas satu memang masih didominasi para priayi Jawa.Sedang para ulama pesantren sebagai mana telah disinggung masih merupakan kelas dua,kelas tabi’; belum memunculkan kelas mujtahid yang aktif berpikir dan menulis, makasastra budaya Jawa pesantrenan masih amat terbatas jumlahnya,separti Het Boek Bonang, gubahan kitab Tuhfah Musalah ila Ruh al-Nabi gubahan kitabHikam, kitab Fathurrahman dan sebagainya.
Kembali pada arti abad 16-Masehi, yakni abad mulai munculnya sastra Melayudan Jawa Islam. Abad ini agama Islam mendapat dukungan kekuasaan politik, walaupun di Jawa kemudian Islam dimanfaatkan untuk melegalisir kekuasaan politik, para raja Pajangdan Mataram Namun abad 18 Masehi Islam telah jadi lambang penyatuan bagi kerajaan-kerajaan Banten, Cirebon, dan dari Demak hingga kesultanan Mataram. Para sastrawanJawa manamakan berdirinya kesultanan Demak sebagai peralihan zaman, dari zamanJawa-Hindu ke aman Kewalen (zaman Jawa-Islam).
Abad 18 masehi juga mempunyai arti yang amat penting bagi sejarah penyebaranIslam di Indonesia; yakni munculnya sastra Melayu dan sastra Jawa Islam.Adapun sastra Islam-Kejawen adalah unsur-unsur Islam yang disadap dandipergunakan untuk memperkaya dan meningkatkan khazanah warisan sastra Jawa lama (sebelum kedatangan Islam).Pengelola sastra Islam-Kejawen adalah para sastrawan yangtergolong priyayi Jawa dan dikembangkan dilingkungan istana kesultanan Jawa-Islam,seperti Mataram, Cirebon, Banten dan sebagainya.Maka ciri yang menonjol dalam sastraIslam-Kejawen muatan politik dan mistiknya amat kental; sebaliknya muatan-muatanagama atau syariatnya amat kering mengapa demikian?Hal ini dapat dimengerti kalaudibaca dalam kaitanya dengan suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan parapujangga dan sastrawan Jawa masa itu.Pengaruh Hinduisme itu yang mengakar dalamadalah di lingkungan istana kerajaan Jawa; sedang masyarakat pedesaan tetap hidupdalam religi animisme-dinamisme, sedikit sekali sentuhan konsep-konsep Hinduismenya(Koenjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal. 33).
Maka dapat dimengerti bahwa nilai-nilai dasarHinduisme yang dapat mengangkat suku bangsa Jawa untuk mengakhiri atau menutupjaman prasejarah dan zaman buta aksara mereka. Maka dalam menghadapi zaman baru(zaman Islam), mereka menilih menyerap dan mengolah unsur-unsur yang dapatmemperkokoh dan meningkatkan nilai-nilai dasar Hinduisme-Kejawen tersebut.
C. Cerita Fiksi Islam
Cerita fiksi Islam berkisar tentang kisah para nabi sebelum Nabi Muhammad, Kisah Nabi Muhammad dan keluarganya, kisah keperkasaan pahlawan-pahlawan Islam dan cerita mukjizat, contohnya Hikayat Nabi Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Muhammad Hanfiah, Hikayat Abu Samah, Hikayat Raja Jumjumah dan Hikayat Raja Syaif Zulyazan.
Sebenarnya ada beberapa istilah yang diberikan oleh para pakar untuk membedakan antara fiksi Islam dan naskah yang berisi ajaran agama Islam. Menurut Liaw Yock Fang, dalam bukunya Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik, 1982, cerita fiksi Islam disebut sastra Islam, sedangkan kitab yang berisi ajaran agama Islam disebut sastra keagamaan. Amir Sutaarga, dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat, 1972, mengelompokkan cerita fiksi Islam dalam cerita kenabian, sedangkan kitab berisi ajaran agama Islam dimasukkan dalam kelompok pustaka agama Islam.
Mengenai kapan masuknya cerita fiksi Islam ke Indonesia, Ph. S. Van Ronkel memperkirakan bersamaan dengan masuknya agama Islam melalui terjemahan, baik yang berupa terjemahan langsung dari bahasa Arab maupun melalui terjemahan bahasa lainnya, seperti Persia dan Tamil.
Cerita fiksi Islam dalam masyarakat berfungsi didaktis karena isinya menceritakan keagungan agama Islam serta para nabi dan pahlawan Islam. Diharapkan dengan membaca karya fiksi Islam, pembaca dapat mempertebal keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
D. Contoh Sinopsis Karya Sastra Lama “Hikayat Raja Syaif Zulyazan”
Hikayat Raja Syaif Zulyazan menceritakan Raja Syaif Zulyazan yang memerintah di Negeri Medinah Ahmarah. Sebenarnya ia adalah putra Raja Tuba’a Zulyazan dari Yaman dari hasil perkawinannya dengan Komariah, seorang budak Habsyi. Karena khawatir kerajaannya direbut oleh anaknya, Komariah membuang Syaif Zulyazan ketika ia masih berumur 40 hari di hutan. Bayi itu kemudian ditemukan oleh seorang pemburu dan selanjutnya diserahkan kepada Raja Malikul Afrah, bayi itu kemudian diberi nama Wahsa Alfalah. Semula Wazir Sakardiwan menasehati Raja Malikul Afrah karena pada pipi kedua bayi itu ada tanda yang sama, yaitu warna bijau. Akan tetapi RajaMalikul Afrah tidak bersedia menjalankan saran Wazir Sakardiwan.Ia tetap memelihara kedua anak itu itu sampai dewasa.
Menjelang dewasa, Wahsa Alfalah dikirimkan oleh Raja Malikul Afrah berguru ilmu pedang kepada seorang ahli. Kemudian setelah dewasa Wahsa Alfalah melamar Sitti Syamah. Atas nasehat Wazir Sakardiwan, Wahsa Alfalah diminta lebih dahulu membinasakan kepala perampok yang bernama Sa’dun Al Zanji dan mendapat kitab Tarikh Alfalah. Dengan keberanian dan kesaktiannya, Wahsa Alfalah dapat memenuhi semua persyaratan itu. Akhirnya Wahsa Alfalah hidup bahagia dan memerintah di Negeri Median Ahmarah setelah jin Aksah berhasil membunuh Komariah.
Seperti halnya dengan cerita fiksi Islam yang lain, Hikayat Raja Syaif Zulyazan sarat dengan ajaran hidup. Ajaran hidup yang patut diteladani itu, antara lain ketika Raja Malikul Afrah dengan penuh kebijaksanaan tidak menuruti saran Mazir Sakardiwan untuk membunuh kedua bayi itu, yaitu Wahsa Alfalah dan Sitti Syamah. Sebagai seorang raja, yang dapat dianggap sebagai kalifatullah di atas bumi ini, Raja Malikul Afrah mencoba untuk berpikir rasional.
Walaupun pada waktu itu kebiasaan membuang atau membunuh anak lazim dilakukan oleh raja-raja atau pembesar istana Raja Malikul Afrah tidak melakukan perbuatan keji itu. Perbuatannya yang bijak ini juga mencerminkan ketakwaan dan keimanannya kepada Allah SWT.Keputusan yang diambilnya saat itu tidak salah.Wahsa Alfalah setelah dewasa ternyata menjadi seorang pemuda tampan yang baik budi, berani, ulet, dan bertanggung jawab. Syarat yang diajukan oleh Wazir Sakardiwan untuk membunuh kepala perampok Sa’dun al Zanji dan mencuri Tarikh Alfalah dipenuhinya setelah ia berjuang keras dan menghadapi bahaya yang menghadangnya.
BAB III
PENUTUP
Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Persia, Gujarat dan Arab yang singgah di Malaka. Ada beberapa pendapat tentang kapan masuknya Islam, yaitu abad ke-7 dan abad ke-8, abad ke-11, abad ke-13 dan abad ke-15.Akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi pengaruh sastra budaya Islam barunampak dalam pergumulan baik dengan satra Melayu Islam diterima sebagai unsur yangmemperkaya, mendinamisir serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup canggih. Di Jawa boleh dikatakan lebih dari tiga abad Islam dipandangagama dan budaya asing di lingkungan tradisi besar budaya kerajaan.Hasil pergulatan (interaksi) Islam dengan sastra budaya Jawa melahir di samping sastraArab pesantren.
Cerita fiksi Islam berkisar tentang kisah para nabi sebelum Nabi Muhammad, Kisah Nabi Muhammad dan keluarganya, kisah keperkasaan pahlawan-pahlawan Islam dan cerita mukjizat, contohnya Hikayat Nabi Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Muhammad Hanfiah, Hikayat Abu Samah, Hikayat Raja Jumjumah dan Hikayat Raja Syaif Zulyazan.Cerita fiksi Islam dalam masyarakat berfungsi didaktis karena isinya menceritakan keagungan agama Islam serta para nabi dan pahlawan Islam. Diharapkan dengan membaca karya fiksi Islam, pembaca dapat mempertebal keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
Musyrifah, Sunanto. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Surabaya: Rajawali Press.
Suryanegara,Mansur.1998. Menemukan Sejarah. Bandung: Mizan.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1994. Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar