Rabu, 21 September 2011

ANALISIS NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT K. MIHARDJA


MAKALAH
ANALISIS NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT K. MIHARDJA








Sebagai Tugas Apresiasi Prosa

Disusun Oleh:

Nama                       : Imam Fitrin
NIM                         : 2101409154
Jurusan                             : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pengampu    : Uum Qomariyah



UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
2010


BAB I
PENDAHULUAN

“Sastra”, istilah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sesuatu yang dahulu kita anggap sebagai sesuatu yang hanya berhubungan dengan puisi dan prosa ternyata tidak sesederhana itu. Kita harus banyak menggali dan mempelajarai lebih banyak lagi segala sesuatu yang berhubungan dengan sastra tersebut. Sastra tersebut dapat diibaratkan dengan samudra yang sangat luas, yang memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat mengukur kedalamannya dan memanfaatkan kekayaannya.
Sastra sebenarnya tidak dapat didefinisikan secara objektif (Gunatama, 2005:8). Hal ini mengembalikan definisi sastra kepada cara bagaimana seseorang memilih untuk membaca, bukan kepada sifat-sifat karya tertulis tersebut. Yang penting adalah bukan asal-usulnya, tetapi bagaimana karya itu diperlukan manusia. Jika mereka memutuskan itu sastra, jadilah karya itu sebagai sebuah karya sastra.
Membaca sebuah karya sastra, dalam hal ini cerita fiksi, pada hakikatnya merupakan kegiatan apresiansi sastra secara langsung. Maksudnya adalah : kegiatan memahami karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis yang baik terhadap karya sastra tersebut ( Aminudin, 19953 : 35 ). Sastra, atau kesusastraan, menurut Swingewood (dalam Faruk, 1994:39), merupakan suatu rekonstruksi dunia dilihat dari sudut pandang tertentu yang kemudian dimunculkan dalam produksi fiksional. Sastra merupakan ekspresi pengarang yang bersifat estetis, imajinatif, dan integratif dengan menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan amanat tertentu. Al-nasr atau prosa adalah karya sastra yang menggambarkan pikiran dan perasaan namun tidak terikat pada aturan bait dan rima (Syayib, 1964:328).
Dalam menganalisis sebuah karya sastra khususnya novel secara tidak langsung, kita dapat memahami unsur-unsur yang mendukung sebuah karya sastra tersebut. Misalnya unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Selain itu, dengan menerapkan teori Robert Stanton kita mampu menelaah sebuah karya sastra khususnya novel. Dengan mampu menelaah novel, kita akan mampu dengan mudah memahami sebuah karya sastra. Kita tidak hanya mengetahui jalan ceritanya saja, tetapi juga unsure-unsur yang mendukungnya.


BAB II
PEMBAHASAN
Novel sebagai salah satu hasil karya sastra sangat menarik untuk kita ketahui dan pelajari. Di dalam novel kita akan menemukan beberapa unsur yang membentuknya. Kita mengetahui bersama bahwa setiap karya sastra selalu ada unsur yang membangunnya. Unsur-unsur tersebut bersatu padu sehingga menghasilkan gabungan yang membentuk karya sastra.
A.    Fakta Cerita
1.      Alur (Plot)
Novel “Atheis” secara umum memiliki alur sorot balik (flashback). Hal ini terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir dari cerita, kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan pengenangan dari tokoh.
Cerita tersebut dimulai dengan penyelesaian kemudian dilanjutkan dengan paparan, dari paparan kemudian dilanjutkan dengan rumitan.Kemudian dari rumitan menuju klimaks dan dilanjutkan dengan leraian.
Secara singkat ditinjau dari segi akhir cerita, dapat diceritakan plot atau jalan cerita novel “Atheis” sebagai berikut bahwa alur yang digunakan adalah alur terbuka.Hal ini kita ketahui setelah membaca novel tersebut, ceritanya diakhiri dengan klimaks, tanpa penyelesaian. Dalam hal ini penyelesaian diserahkan pada pembaca. Akhir dari novel ini kita sebagai pembaca dituntut untuk mereka-reka atau menduga apa yang terjadi setelah tokoh dari cerita tersebut meninggal. Kita dituntut untuk menganalisa sendiri apakah yang akan terjadi dengan kehidupan dari tokoh lain. Novel ini memberikan kepada kita kesempatan untuk mereka-reka atau menduga kelanjutannya, kita juga dapat memberikan gambaran tentang cerita tersebut sampai akhir. Jadi secara keseluruhan akhir dari cerita ini dapat ditentukan oleh pembaca.
Dari segi kuantitasnya novel “Atheis” beralur tunggal. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sebuah plot utama. Plot yang dimaksud adalah tentang keragu-raguan yang dimiliki oleh Hasan kkarena pengaruh sahabat dan globalisasi. Dalam novel ini tersirat tentang perjalanan manusia dalam mempertahankan keteguhannya terhadap agama.
Novel “Atheis” ditinjau dari segi kualitas cerita, memiliki alur rapat. Hal ini kita temukan karena dalam cerita tersebut, alur yang telah ada tidak bisa disisipi oleh alur lain
2.      Tokoh dan Penokohan
a.       Tokoh
Tokoh-tokoh dalam karya fiksi merupakan tokoh-tokoh rekaan.Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif atau tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa merupakan satu alasan penting peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang (Sumardjo,1986:63). Koflik-konflik yang terdapat dalam suatu cerita yang mendasari terjalinnya suatu plot, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari tokoh-tokohnya, baik yang bersifat protagonis maupun antagonis. Pada dasarnya tokoh dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua jenis, yakni (1) tokoh utama, (2) tokoh bawahan.Tokoh utama senantiasa berhubungan dalam setiap peristiwa dalam cerita (Stanton, 1984:17). Tokoh bawahan menurut Griemes (dalam Gunatama, 2005:78) merupakan tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama
Dalam novel “Atheis” yang berperan sebagai tokoh utama adalah (1) Hasan dan (2) Kartini.Kedua tokoh ini dalam roaman atheis senantiasa hadir dalam setiap kejadian atau peristiwa. Sedangkan yang berperan sebagai tokoh adalah (1) Rusli, (2) Raden Wiradikrama dan istrinya (orang tua Hasan), (3) Rukmini, (4) Anwar, (5) Haji Dahlan, (6) bung Parta, (7) Nata, dan (8) Sitis.
b.      Penokohan
Penokohan merupakan satu bagian penting dalm membangun sebuah cerita. Penggambaran tokoh suatu cerita rekaan dapat ditampilkan dengan berbagai cara (Tasrif dalam Gunatama, 2005 :78), diantaranya (1) phisycal description, (2) potrayal of thoughstream of councious thought, (3) reaction to event, (4) direct author analysis, (5) discussion of envirounment, (6) reaction of others of character, dan (7) conversation of other about character.Penokohan berperan dalam menampilkan keseluruhan ciri atau watak seseorang tokoh melalui suatu percakapan (dialog) dan tingkah laku (action).Selain istilah perwatakan, digunakan dalam cerita, juga sering digunakan istilah watak tokoh dalam suatu cerita.
Dalam novel “Atheis” terdapat beberapa tokoh serta karakteristiknya, seperti :
1)      Hasan
Seorang pemuda berpendidikan yang awalnya begitu lekat dengan kehidupan agama karena memang didikan agama yang baik dari kedua orangtuanya.Namun dalam perkembangannya, setibanya dikota Bandung, kehidupan Hasan mulai berubah menjadi orang yang setengah-setengah terhadap agamanya.Hasan semasa kecilnya adalah seorang anak yang penurut. Dia termasuk anak yang baik,karena sejak kecil sudah diajarkan sembahyang dan ilmu agama yang baik. Hasan juga telah dididik dengan budi pekerti yang luhur.
2)      Rusli
Seorang pemuda teman Hasan yang telah sangat terpengaruh oleh kehidupan kota besar. Dan dia inilah yang mempengaruhi kehidupan Hasan.Rusli merupakan orang yang modern kehidupannya.Dunia barat dan globalisasi telah mempengaruhi kehidupan dan pola pikirnya.Rusli merupakan seorang pemuda yang cukup ulet dan semangatnya berkobar-kobar untuk mengikuti pergerakan.Sifat ini memang sudah ada sejak Rusli masih kecil.Rusli tidak pernah menjalankan sembahyang dengan baik.Rusli termasuk anak yang nakal karena kuang mendapat perhatian dari orang tuanya.
3)      Orangtua Hasan
Adalah orang tua yang sangat taat beragama, yang dengan tekun mendidik Hasan terhadap pelajaran-pelajarann agama.Mereka sangat menyayangi Hasan.Bagi mereka Hasan adalah segalanya dan harus mendapat yang terbaik. Sejak kecil mereka te;lah mendidik Hasan untuk menjadi orang yang baik dan berguna pada suatu saat. Mereka juga orang tua yang sangat taat dan patuh terhadap perintah agama.Mereka hidup dalam kesederhanaan, tetapi imannya terhadap agama sangat tinggi.Mereka merupakan orang-orang yang saleh dan beriman.
4)      Rukmini
            Rukmini adalah seorang perawan atau gadis yang sangat dicintai oleh Hasan, namun Rukmini kemudian menikah dan menjadi istri seorang saudagar di Jakarta.Dia adalah seorang gadis yang pintar dan juga baik hati. Ilmu agamanya cukup tinggi dan juga seorang perempuan yang saleh, Rukmini gadis yang pandai bergaul dan juga panda menjaga perasaan orang lain.
5)      Kartini
Seorang perempuan modern, yang selanjutnya menjadi kekasih dari Hasan.Kartini merupakan seorang perempuan yang sangat modern.Hal ini karena pengaruh perkembangan zaman dan pergaulan Kartini yang sangat luas.Kartini merupakan seorang perempuan yang modern dan dinamis.Tingkah lakunya memang banyak terpengaruh dengan kehidupan modern.Namun kemodernan Kartini masih tetap sederhana dan menambah kecantikannya.
6)      Anwar
Anwar seorang pemuda anarkis, yang begitu mempengaruhi kehidupan Hasan.Anwar seorang pemuda yang begitu kental dengan kehidupan pergerakan.Ia merupakan tokoh pemuda yang cukup berpengalaman dengan dunia pergerakan. Selain itu anwar juga merupakan seorang pemuda yang selalu ingin diperhatikan oleh orang lain. Dia adalah seorang anarkis yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dari kutipan tersebut, kita juga mengetahui bahwa anwar adalah seorang yang suka mencari muka dihadapan orang lain. Dan satu hal yang lain, adalah bahwa Anwar orang yang cukup rakus dan suka makan.
7)      Siti
Siti adalah seorang babu yang soleha.Dia juga seorang babu yang memiliki iman yang cukup kuat.Ia sangat pandai dalam mendongeng. Siti merupakan seorang babu yang bisa mengerti tentang keadaan Hasan.Semasa kecil, Hasan banyak meluangkan waktu bersama dengan Siti.
8)      Nata
            Nata adalah seorang jongos atau pembantu laki-laki. Nata sendiri adalah suami dari Siti. Sama dengan Siti, Nata pun adalah seorang santri yang cukup taat.Dalam hal ini nata merupakan seorang santri yang cukup memiliki pikiran yang kritis tentang agama Islam.Nata merupaka sosok suami yang memiliki tanggung jawab terhadap istri dan pekerjaan.
9)      Bung Parta
Bung Parta adalah seorang tokoh pergerakan. Ia sangat pandai menyampaikan atau mengemukakan gagasan tentang dunia pergerakan. Dalam menyampaikan pandangan-pandangannya itu, ia sering menggunakan lelucon untuk lebih meresap apa yang disampaikannya itu, sehingga lebih mudah diterima oleh pendengarnya.
Bung Parta merupakan seorang tokoh yang cukup radikal dan memiliki pengaruh yang besar. Dalam kehidupannya, ia sudah mengalami berbagai kejadian yang membuat pengalamnnya bertambah.
10)  Haji Dahlan
Haji Dahlan adalah seorang haji yang berasal dari banten.Nama aslinya sebelum jadi haji adalah Wiranta.Haji Dahlan merupakan seorang haji yang memiliki ilmu atau pandangan yang cukup luas tentang ajaran agama Islam.
Haji Dahlan adalah seorang haji yang memiliki kemampuan dalam berkotbah yang cukup baik.Beliau mampu menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam melalui perbandingan-perbandingan atau contoh-conntoh. Dengan contoh-contoh tersebut, orang yang diajak berbicara lebih cepat mengerti tentang apa yang disampaikan. Haji Dahlan merupakan seorang haji yang cukup baik, karena telah mau memberikan nasehat kepada orang lain tentang ajaran agama.
3.      Latar (Setting)
Untuk mengetahui ketapatan latar dalam sebuah karya dapat dilihat dari beberapa indikator. Abrams (Gunatama, 2005:84) menyebutkan tiga indikator yang meliputi, yakni (1) general locale, (2) historycal time, (3) social cirxumstances. Menurut Toda (1984:41) bahwa latar itu adalah suatu kejadiaan terjadi yang dikenal sebagai ruang tokoh-tokoh melandaskan laku. Dan latar yang berupa alam dapat berfungsi dari keinginan manusia (Gunatama, 2005:84)
  1. Latar Tempat
Latar ini berhubungan dengan masalah tempat suatu cerita terjadi. Wujud latar ini secara konkrit menampilkan (1) latar tempat di luar rumah, dan (2) latar tempat di dalam rumah. Kedua latar ini melingkupi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa ataupun tempat terjadinya peristiwa ataupun seluruh cerita. ; lingkungan kehidupa, misalnya lingkungan sekolah, dan lingkungan pabrik ; sistem kehidupan, misalnya kehidupan perguruan tinggi ada rektor, dekan, dosen, dan mahasiswa ; alat-alat atau benda, misalnya di pabrik ada mesin dan lori ; dan watak terjadinya peristiwa, misalnya pagi, siang, sore, bulan agustus, dan musim kemarau.
1)      Latar tempat di luar rumah
Novel “Atheis” secara umum dapat menggambarkan pergerakan tokoh Hasan, atau perpindahan yang dilakukan. Semasa kecilnya, Hasan tinggal bersama kedua orangtuanya di Panyandaran. Ini berlangsung dari kecil sampai siap bersekolah. Setelah bersekolah, Hasan pendah ke Tasik Malaya, tepatnya ia bersekolah di HIS. Disinilah ia mulai bertemu dengan Rukmini, dan mulai menjalin perasaan cinta. Disini pula Hasan dan Rusli bersekolah bersama. Enam tahun mereka bersekolah disini. Seytelah tamat sekolah HIS, Hasan kembali ke panyadaran. Ia dan Kartini bersama dengan Rusli kembali ke kampung. Tapi setelah itu, Hasan mendapat pekerjaan di Bandung, kemudian ia pun pergi ke Bandung untuk bekerja.
Berikut ini adalah diagram yang menyatakan latar dari novel “Atheis”.
a)      Panyandaran,Kampung tempat tinggal Hasan beserta kedua orang tuanya

b)      Tasik Malaya, Tempat sekolah Hasan, yaitu sekolah HIS bersama dengan Rusli.
c)      Bandung,Tempat kerja Hasan  setelah lulus sekolah

2)      Latar tempat di dalam rumah
Latar tempat di dalam rumah dapat diamati melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam rumah. Gambaran latar di dalam rumah dapat di temukan di rumah Hasan (di penyendaraan), rumah Hasan (di Bandung), rumah Rusli kebon mangga 11.
Berikut adalah kutipan yang berlatar tempat di rumah Hasan di penyandaraan.
‘’ ibu didapur segera diberi tahu tentang niatku itu. Maka berlinaglah air mata ibuku.. syukurlah anakku.
Aku tertunduk haru, terasa tangan yang terletak di atas bahuku bergetar, dan begitu juga suaranya. ‘’ (Atheis, hal 26)
‘’ tiga malam haji dahlan menginap di rumah orang tuaku. Pada hari kedua, sepulang berjumat di masjid. Sambil duduk-duduk dan minum-minum di tengah rumah ‘. (Atheis, hal 17)
‘ Selain dari pada itu banyak aku diberi dongeng tentang surga dan neraka. Dan biasanya ibu mendongeng itu sambil berbaring-baring dalam tempat tidur, sebelum aku tidur. Ia berbaring di sampingku, setengah memeluk aku. Dan aku menengadah dengan mataku lurus melihat ke para-para tempat tidur seperti melihat layar bioskop. (Atheis, hal 21)
”Ah saudara, silakan masuk, saudara rusli menegurku dengan ramah ketika dilihatnya aku masuk halaman menyandarkan sepeda pada tembok.
Sepedanya dikunci saja bung.
Pintu menggerit dibuka oleh rusli. Aku masuk.
Silakan duduk bung.
Nampaknya rusli belum mandi.kulit mukanya seperti orang jepang. “
(Atheis, hal 34)
“Di kamarku ada kaca besar,” kata rusli
“Boleh saya” tanya kartini bangkit
“Tentu saja, kenapa tidak boleh! Tak usah kuhantarkan toh?” sahut rusli berolok-olok.
“aku suda besar. Tahu jalan. Jangan takut, takan tersesat” jawab kartini tertawa sambil menghilang ke dalam kamar. (Atheis, hal 41)
Biar bi, saya tunggu bibi saja, ‘sahutku melangkah ke sebuah kursi malas di sudut serambi tengah.
Dengan lesu kehempaskan diri ke atas kursi malas itu. Berbaring mengadah ke para-para dengan berbantal tangan. Cecak-cecak bekejar-kejaran. Bercerecak suaranya. Ada yang berebut-rebutan nyamuk atau kupu-kupu kecil, ada juga yang bercumbu-cumbuan. Seakan-akan cecak-cecak itu sengaja mau memperingatkan aku kepada dua hal atau soal hidup yang terdapat serentak di muka mataku. Mempertahankan hidup diri sendiri dan mempertahankan hidup sejenis. (atheis, hal 48)
Dari kamar makan aku terus saja masuk kekamar tidur. Lampu kunyalakan sebab terasa belum ngantuk. Kusiakkan kelambu, sebab ingin berbaring-baring sambil merokok. Enak merokok sesudah makan. Padahal aku tidak boleh banyak merokok.
(Atheis, hal 50)
Pada kutipan pertama menggambarkan latar didalam rumah Hasan. Dalam kutipan tersebut kita bisa melihat bahwa latar belakang yang digunakan adalah dapur. Latar tempat ini menggambarkan watak dari ibu Hasan yang sangat begitu mencintai anaknya, dan sangat sayang kepada Hasan. Latar tersebut juga menggambarkan suasana keharuan yang sangat mendalam.
Kutipan kedua berlatar tempat di rumah tengah atau ruang tengah. Di ruang tengah terjadi pembicaraan antara Haji Dahlan dengan ayah, ibu serta Hasan. Pada saat ini haji dahlan sedang memberikan ceramah tentang ajaran agama. Di dalam latar tersebut juga terlihat adanya suasana keakraban antara keluarga Hasan dengan Haji Dahlan.
Kutipan ketiga juga menggambarkan suasana rumah Hasan, tepatnya mengambil latar belakang di kamar tidur Hasan, tepatnya di tempat tidur Hasan. Latar ini juga menggambarkan suasana ke ibuan yang sangat tinggi. Rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang sangat dicintainya. Latar ini juga memberikan kita gambaran bahwa seorang ibu selalu ingin memberikan yang terbaik kepada anaknya. Begitu juga yang dilakukan oleh ibu Hasan. Dengan memberikan dongeng-dongeng tentang moral, ia mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik dan bermoral.
Pada kutipan keempat, menggambarkan tentang rumah Rusli. Latar ini mengambil latar belakang ruang tengah rumah Rusli. Latar ini terjadi pada saat hasan untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah Rusli. Dalam latar ini menggambarkan suasana keakraban dan keramahan Rusli.
Kutipan kelima juga menggambarkan rumah Rusli. Latar blakang tempat ini adalah kamar tidur Rusli yang berisi cermin besar. Latar ini menggambarkan bagaimana keadaan rumah Rusli, khusunya kamar tidur yang berisi cermin yang besar. Latar ini menggambarkan keramahan Rusli terhadap Kartini. Pada saat kartini ingin merperbaiki make upnya, Rusli mempersilahkan ke kamarnya.
Berbeda dengan kutipan kelima, kutipan keenam mengambil latar di rumah kos-kosan Hasan. Latar belakang peristiwa ini terjadi di ruang tengah ketika Hasan hendak makan. Latar ini menggambarkan bagaimana suasana ruang tengah yang terdapat sebuah kursi malas di sudut ruangan. Selain itu, latar ini juga menggambarkan suasana hati Hasan yang sangat kacau. Rasa malasnya menggerogoti Hasan.
Kutipan ketujuh menggambarkan latar di rumah Hasan, yang menjadi latar belakangnya adalah kamar tidur hasan. Kutipan ini menggambarkan bagaimana keadaan tempat tidur Hasan, yabng memiliki kelambu. Latar ini juga menggambarkan keresahan hati Hasan. Hasan memikirkan masalah yang cukup berat.
  1. Latar Waktu
Latar waktu selalu berkaitan dengan saat berlangsung suatu cerita. Oleh karena itu, waktu sangat penting dalam suatu cerita karena tidak mungkin ada rentetan peristiwa tanpa hadirnya sang waktu (Wellek dan Austin Varrren, 1956:223). Itulah sebabnya karya sastra termasuk seni waktu (time art)
1)      Latar Waktu Bagian Hari
Latar waktu bagian hari adalah latar waktu terjadinya peristiwa pada bagian dari hari, baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Dalam novel ini ditampilkan latar waktu yang berupa bagian dari hari berikut ini.
Penanda waktu yang merupakan bagian dari hari seperti,
- malam itu
- maghrib menyambut
- tepat jam setengah lima
- jam satu siang lebih
Penanda waktu tersebut menggambarkan waktu atau kejadian yang terjadi tidak lebih dari sehari. Kejadian ini terjadi sebagai bagian dari waktu.
2)      Latar Waktu Bagian Dari Minggu, Bulan, Dan Tahun
Latar waktu bagian dari minggu, bulan, dan tahun pada novel tersebut adalah sebagai berikut.
- tiga malam
- suatu hari
- hari Rabu dan Kamis
- hari Sabtu
- seminggu
- sebulan
- Oktober
- Februari
- Maret
- April
- Mei
Kata-kata tersebut merupakan identitas yang sangat menentukan kapan terjadinya sebuah peristiwa. Kata-kata tiga malam, suatu hari, hari Rabu dan Kamis, dan hari Sabtu menunjukan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada latar waktu yang merupakan bagian dari hari. Sedangkan kata seminggu, menunjukan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada latar yang merupakan bagian dari bulan. Sementara kata-kata seperti sebulan, Oktober, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan kata-kata yang menunjukan bahwa sebuah peristiwa terjadi pada latar waktu yang merupakan bagian dari tahun.
B.     Sarana Cerita
1.      Pusat Pengisahan atau Sudut Pandang
Dalam novel “Atheis”, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang yang digunakan adalah metode orang pertama sertaan.Hal ini kita temukan dalam novel “Atheis”, yaitu penggambaran tokoh menggunakan kata aku.Cerita ini sungguh membingungkan bila kita tidak membacanya dengan sungguh-sungguh.Cerita ini megisahkan tentang Hasan.Kisahnya ini dikarang oleh Hasan sendiri dan disampaikan kepada penulis. Jadi dengan melihat kenyataan tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pengarang menyampaikan cerita dari orang lain..
2.      Gaya (style)
Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam karyanya. Ide dan perasaan sering tampak nyata seperti fakta fisikal meskipun tidak tampak dan tidak dapat diraba. Dalam karya sastra salah satu cara untuk membuatnya seperti nyata ialah dengan menggunakan simbol sehingga ide dan perasaan itu dapat mudah diterima dalam angan-angan pembacanya.
Novel ini banyak menggunakan gaya bahasa perbandingan. Hal ini terlihat dari beberapa kalimat yang digunakan yaitu membandingkan sesuatu dengan orang.Misalnya saja kita temui pada kalimat Banyak lagi kalimat yang menggunakan majas perbandingan.Sehingga novel ini sangat menarik dan indah untuk dibaca.
a.       Simile (perumpamaan)
Simile atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan, tetapi sengaja dianggap sama. Pada novel “Atheis” karya Achdiat K. Mihardja, gaya bahasa ini terlihat pada dialog-dialog antartokoh. Petikan dialognya sebagai berikut.
“rupanya perkataan ayah itu laksana jari yang melepaskan cangkolan gramopon yang baru diputar .” (Atheis, hal 17)
“orang yang banyak dosanya di dunia ini akan merangkak-rangkak seperti siput di ata seutas benang yang tajam.” (Atheis, hal17)
b.      Hiperbola
Hiperbola adalah majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebih-lebihan.Maksudnya adalah untuk memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau untuk memperhebat, mengingatkan kesan, menarik perhatian, dan sebagainya.
“ semua kelihatannya sangat lesu, serupa dengan onggokan daging juga yang tak berdaya apa-apa”.(Atheis, hal 7)
Aku agak malu, terasa darah membakar telinga itu. Hidung bergerak tak normal. (Atheis, hal 42)

C.    Tema
Dalam novel “Atheis” karangan Achdiat K. Mihardja yang dijadikan sebagai tema adalah tentang kehidupan sosial masyarakat. Dalam novel “Atheis” ini, hal yang paling mendasar yang dijadikan sebagai tema adalah cerita tentang bagaimana kehidupan agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar. Tema dalam novel ini sungguh sangat memikat dan pantas kalau novel ini menjadi salah satu bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa.
1.      Tema Minor
Dalam novel “Atheis” yang merupakan tema minor adalah masalah etika dan agama. Dalam novel ini kita menemukan adanya pertentangan etika dan masalah agama antar tokoh-tokohnya. Disatu sisi Hasan yang memiliki etika yang baik harus bergaul dengan Kartini dan Anwar yang memiliki etika yang kurang baik. Dalam novel ini kita mengetahui bagaimana keteguhan hati dan etika Anwar bisa berubah karena pengaruh dari tokoh Kartini dan Anwar. Walau pada akhrinya Hasan mulai sadar akan kekeliruannya, tapi semua itu sudah terlambat. Hasan sudah terlanjur menyakiti hati kedua orangtuamya, dan samapi akhir hayatnya Hasan tidak memperoleh maaf dari ayahnya. Agama juga merupakan hal yang sangat penting dan dijadikan tema minor dalam novel ini. Agama sebagai suatu kepercayaan dan tatanan kehidupan harus berubah dari norma-norma yang sudah digariskan. Kita menemukan bagaimana keragu-raguan Hasan menghadapi pengaruh globalisasi dan pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Novel ini menggambarkan kekuatan iman Hasan harus goyah karena pengaruh dari teman-temanya, yaitu Anwar dan Kartini.
2.      Tema Mayor
Tema mayoradalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan umum atau makna-makna tambahan yang mempertegasakan eksistensi makna karya itu. Penafsiran harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta-fakta itu secara keseluruhan dapat membangun cerita.
Dalm novel ini yang merupakan tema mayor adalah tentang kehidupan agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar.


BAB III
PENUTUP
Alurnovel “Atheis” karya Achdiat K. Mihardja menggunakan alur sorot balik (flashback). Hal ini terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir dari cerita, kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan pengenangan dari tokoh.Tokoh utamanya adalah Hasan, seorang pemuda berpendidikan yang awalnya begitu lekat dengan kehidupan agama karena memang didikan agama yang baik dari kedua orangtuanya.Namun dalam perkembangannya, setibanya dikota Bandung, kehidupan Hasan mulai berubah menjadi orang yang setengah-setengah terhadap agamanya.Latarnya sebagian besar adalah lingkungan rumah tinggal Hasan maupun rumah Kartini. Gaya bahasa yang digunakan novel tersebut berkisar pada gaya bahasa simile (perumpamaan), metonimia, dan gaya bahasa hiperbola.Temanya adalah “bagaimana kehidupan agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar”.
Keunggulan novel “Atheis” karya Achdiat K. Mihardja banyak mengandung pesan-pesan moral dan pendidikan yang setidaknya bisa dijadikan panutan oleh para pembaca novel tersebut selain itu, juga terletak pada jalan cerita yang menarik dan sulit ditebak sehingga pembaca akan merasa tertarik untuk membaca halaman demi halaman. Selain itu, novel ini menggunakan bahasa yang cukup komunikatif sehingga mudah dipahami maknanya. Kelemahan dalam novel “Atheis” karya Achdiat K. Mihardja adalah terlalu banyaknya alur sampingan yang disisipkan sehingga akan membingungkan pembaca. Di samping itu juga banyak terdapat kesalahan pemakaian tanda baca dan pemakaian kata yang kurang tepat.
Dalam menganalisis novel “Atheis” tentunya kita memerlukan pemahaman tehadap karya sastra itu sendiri. Dengan menggunakan beberapa teori atau pendekatan tertentu kita mampu untuk menganalisis suatu karya sastra dengan mencermati dan merasakan secara mendalam unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Menganalisis sebuah karya sastra khususnya Novel, kita tidak cukup hanya menggunakan satu teori atau pendekatan saja. Ada baiknya kita menggunakan beberapa buah teori atau pendekatn yang masih relevan sebagai bahan perbandingan.


DAFTAR PUSTAKA

Hardjana, Andre.1985 . Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta : PT Gramedia
Mihardja. K, Achdiat. 1994. ATHEIS. Jakarta : Balai Pustaka
Natia. 1985. Ikhtisar Teori Sastra Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya





4 komentar:

  1. Unsur-unsur Kebiasaan, Adat, dan Etikanya ga ada ya? Beserta letak kalimat itu dihalaman berapa? Lagi butuh banget, untuk tugas..

    BalasHapus
  2. Kata benda dan kata kerjanya novel atheis apa yah?

    BalasHapus